Ia datang ke Makkah sambil
terhuyung-huyung, namun sinar matanya bersinar bahagia. Memang, sulitnya
perjalanan dan teriknya matahari yang menyengat tubuhnya cukup menyakitkan.
Namun tujuan yang hendak dicapainya telah meringankan penderitaan dan meniupkan
semangat kegembiraan. Ia memasuki kota dengan menyamar seolah-olah hendak
melakukan thawaf mengelilingi berhala-berhala di sekitar Ka'bah, atau
seolah-olah musafir yang tesesat dalam perjalanan, yang memerlukan istirahat
dan menambah perbekalan. Padahal seandainya orang-orang Makkah tahu bahwa
kedatangannya itu untuk menjumpai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan mendengarkan keterangan beliau,
pastilah mereka akan membunuhnya.
Ia terus melangkah sambil memasang
telinga, dan setiap didengarnya orang mengatakan tentang Rasulullah, ia pun
mendekat dan menyimak dengan hati-hati. Sehingga dari cerita yang tersebar di
sana-sini, diperolehnya petunjuk yang dapat mengarahkannya ke kediaman Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
dan mempertemukannya dengan beliau.
Pada suatu pagi, lelaki itu, Abu Dzar
Al-Ghifari, pergi ke tempat tersebut. Didapatinya Rasulullah sedang duduk
seorang diri. Ia mendekat kemudian menyapa, "Selamat pagi, wahai kawan
sebangsa." "Wa alaikum salam, wahai sahabat," jawab Rasulullah.
"Bacakanlah kepadaku hasil gubahan anda!" "Ia bukan syair hingga
dapat digubah, tetapi Al-Qur'an yang mulia," kata Rasulullah, kemudian
membacakan wahyu Allah subhanahu wa
ta’ala.” Tak berselang lama, Abu Dzar berseru, "Aku bersaksi bahwa
tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa engkau adalah hamba dan
utusan-Nya." "Anda dari mana, kawan sebangsa?" tanya Rasulullah.
"Dari Ghifar," jawabnya. Bibir Rasulullah menyunggingkan senyum dan
wajahnya diliputi rasa kagum dan takjub. Abu Dzar juga tersenyum, karena ia
mengetahui rasa terpendam di balik kekaguman Rasulullah setelah mendengar bahwa
orang yang telah mengaku Islam di hadapannya secara terus terang itu adalah
seorang laki-laki dari Ghifar.
Ghifar adalah suatu kabilah atau suku
yang tidak ada taranya dalam soal menempuh jarak. Mereka jadi contoh
perbandingan dalam melakukan perjalanan yang luar biasa. Malam yang kelam dan
gelap gulita tak jadi soal bagi mereka. Dan celakalah orang yang kesasar atau
jatuh ke tangan kaum Ghifar di waktu malam.
Rasulullah pun bersabda, "Sesungguhnya Allah memberi petunjuk
kepada yang disukainya...". Benar, Allah menunjuki siapa saja yang Dia
kehendaki. Abu Dzar adalah salah seorang yang dikehendaki-Nya memperoleh
petunjuk, orang yang dipilih-Nya akan mendapat kebaikan. Ia termasuk orang yang
pertama-tama masuk Islam. Urutannya di kalangan Muslimin adalah yang kelima
atau keenam. Jadi ia telah memeluk agama itu di masa-masa awal, hingga
keislamannya termasuk dalam barisan terdepan.
Lelaki yang bernama asli Jundub bin
Junadah ini termasuk seorang radikal dan revolusioner. Telah menjadi watak dan
tabiatnya menentang kebatilan di mana pun ia berada. Baru saja masuk Islam, ia
sudah mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah. "Wahai Rasulullah, apa yang
sebaiknya saya kerjakan menurut anda?" "Kembalilah kepada kaummu
sampai ada perintahku nanti!" jawab Rasulullah."Demi Tuhan yang
menguasai jiwaku," kata Abu Dzar, "Saya takkan kembali sebelum
meneriakkan Islam di depan Ka'bah." Ia pun menuju menuju Haram dan
menyerukan syahadat dengan suara lantang. Akibatnya, ia dipukuli dan disiksa
oleh orang-orang musyrik yang tengah berkumpul di sana. Rasulullah kembali
menyuruhnya pulang dan menemui keluarganya. Ia pun pulang ke Bani Ghifar dan
mengajak sanak kerabatnya memeluk agama baru ini.
Ketika Rasulullah dan kaum Muslimin
telah berhijrah ke Madinah dan menetap di sana, pada suatu hari, barisan
panjang yang terdiri atas para pengendara dan pejalan kaki menuju pinggiran
kota. Kalau bukan karena takbir yang mereka teriakkan dengan suara bergemuruh,
tentulah yang melihat akan menyangka mereka adalah pasukan tentara musyrik yang
akan menyerang kota. Begitu rombongan besar itu mendekat, lalu masuk ke dalam
kota dan masuk ke Masjid Rasulullah, ternyata mereka tiada lain adalah kabilah
Bani Ghifar. Semuanya telah masuk Islam tanpa kecuali; laki-laki, perempuan,
orang tua, remaja dan anak-anak. Rasulullah semakin takjub dan kagum. Beliau
bersabda, "Takkan pernah lagi
dijumpai di bawah langit ini, orang yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar.
Benar batinnya, benar juga lahirnya. Benar akidahnya, benar juga ucapannya."
Abu Dzar juga seorang sahabat yang
terkenal akan kezuhudannya. Ia menjadi maha guru dalam seni menghindarkan diri
dari godaan jabatan dan harta kekayaan. Abu Dzar wafat pada tahun 32 H di
Rabadzah, pinggiran Madinah.
Maraji’ : Buku Sosok Para Sahabat Nabi,
oleh DR.Abdurrahman Raf’at al-Basya, 2005.
REPUBLIKA.CO.ID
0 komentar:
Posting Komentar